Chrome Pointer

Minggu, 02 Maret 2014

Posted by Unknown | File under :
Di suatu sore, ada anak kecil bernama Baim yang sedang bermain video game. Baim ini dilahirkan di keluarga yang sangat berkecukupan. Ayahnya cukup kaya, ibunya cukup cantik, dan kakaknya cukup umur untuk menikah.

     Di sore yang sama di tempat yang lain, ada seorang anak kecil bertubuh dekil bernama Emil yang sedang sibuk mencari upil. Emil ini seorang anak perempuan, Ia dilahirkan di keluarga yang serba kekurangan. Ayahnya kurang kaya, ibunya kurang cantik, dan kakaknya kurang kurus untuk jadi seorang pramugari.

     Hari demi hari mereka lewati. Dengan kebahagiaannya masing-masing, dan dengan kesedihannya masing-masing.


Dua puluh tahun berlalu begitu cepat. Iya, karena memang sengaja ceritanya dipercepat. Agar tidak terlalu membuang-buang waktuku sebagai penulis. Ok, lanjut.

     Kini kedua anak kecil itu telah tumbuh dewasa. Dan untuk pertama kalinya, Baim dan Emil pun bertemu. Mereka bertemu di sana, di sebuah mini market di dekat pasar baru yang sudah lama ada tapi entah mengapa masih saja dinamai pasar baru? Kalau kalian bingung, tenanglah, aku pun sama.

     Saat itu hari sedang siang, dan mereka pun bertemu. Pertemuan itu terjadi ketika Baim sedang ingin berbelanja di mini market dan kebetulan Emil sedang berkerja sebagai kasir di sana. Sebetulnya ini semua bukan kebetulan, ini rencanaku. Tapi, anggap saja ini semua benar kebetulan. Supaya ceritanya bisa tetap terasa seru. Mengertikan? Baiklah, lanjut lagi.

     "Selamat datang, selamat berbelanja," sambut Emil, sok asik.

     Baim cuek saja, tanpa sedikit pun mempedulikan perkataan Emil, Baim langsung bergegas masuk mencari apa yang sedang Ia cari.

      Sebenarnya, saat itu Baim sedang mencari jodoh, tapi sayangnya jodoh tidak dijual di mini market. Setelah beberapa menit bulak-balik, akhirnya Baim pun kembali menuju meja kasir sambil membawa sebotol minuman, sebungkus cemilan, dan sebuah sikat gigi. Kenapa si Baim membawa sikat gigi? Apakah jangan-jangan si Baim ini adalah Ninja Hatori? Sudahlah, jangan terlalu serius!

     "Semuanya jadi Rp. 49.900," kata Emil memberitahukan total harga belanjaan Baim.

     Tanpa bicara sedikit pun, Baim langsung mengeluarkan dompetnya, dan kemudian mengambil satu lembar uang 50 ribuan dan satu lembar lagi uang 50 ribuan. Jadi totalnya, Baim mengambil dua lembar uang 50 ribuan dari dalam dompetnya. Tapi karena Baim merasa uang yang Ia ambil terlalu banyak, akhirnya Ia ambil kembali satu lembar uang 50 ribuan yang tadi sempat Ia ambil dari dalam dompetnya, jadi sekarang totalnya hanya tinggal satu lembar uang 50 ribuan. Alhamdulillah, untungnya si Baim pintar matematika. Jadinya tidak boros!

     "Seratus rupiahnya mau disumbangkan?" tanya Emil.

     "Kemana?" untuk pertama kalinya Baim pun merespon keberadaan Emil. "Maksudnya, mau disumbangkan kemana uang seratus rupiah itu?" Baim menegaskan pertanyaannya.

     Emil bingung, karena sejujurnya, Emil pun tidak tahu akan disumbangkan kemana uang itu. "Mungkin mau sekalian isi pulsanya?" tanya Emil mengalihkan pembicaraan.

     "Memangnya seratus rupiah cukup untuk isi pulsa?" Baim kembali menjawabnya dengan pertanyaan.

     Kali ini Emil benar-benar bingung, karena sejujurnya, Emil pun tidak tahu apa ada pulsa seharga seratus rupiah.

     Wajah Emil mulai pucat, Emil seperti sedang di introgasi oleh KPK. Seakan-akan, apa pun yang menjadi jawaban Emil, akan selalu dipertanyakan kebenarannya. Emil merasa serba salah. Rasanya apa pun yang Ia lakukan saat itu pasti akan salah. Bahkan mungkin, ketika Ia bernafas pun Ia sudah salah.

     Kasihan Emil.
   
     Aku sungguh tidak sanggup menceritakannya lagi. Mungkin cukup sekian.
Terima kasih.